Tags: cerita motivasi (1200), cerita islami (261), cerita hikmah (104), cerita nasehat (313), cerita teladan (334), kumpulan cerita motivasi (203), kisah islami(247), kisah teladan (331), kisah hikmah (110), kumpulan kisah teladan (263), artikel motivasi (2011), artikel islam (105), artikel kesehatan (211), kumpulan artikel motivasi (300), berita islami (2012), motivasi islam (2010),artikel kesehatan (500)
Sebuah
kisah tentang perjalanan seorang pemuda dalam mencari cinta yang
sesungguhnya serta keikhlasan seorang wanita dalam menerima Takdir
Hidupnya..
Dahulu
di sebuah desa yang makmur terdapat seorang gadis desa bernama Syahdiya
yang cantik jelita.. Banyak pemuda di desa tersebut jatuh cinta pada
kecantikannya. Namun dia berbeda dengan gadis desa lainnya yang terkesan
lugu dan senang tuk di rayu. Dia tahu bahwa banyak pemuda yang mencari
simpatinya itu hanya berpandang pada kecantikannya semata. Bahkan di
antara pemuda desa mereka saling bertarung untuk mendapatkan cinta dari
Syahdiya.
Lalu
suatu hari datang seorang pemuda dari kota ke desa tersebut. Dia
seorang mahasiswa jurusan kedokteran yang tengah mengadakan penelitian.
Setelah beberapa hari menginap di desa itu, kabar tentang kecantikan
gadis bernama Syahdia itu pun terngiang di telinganya.
Dia penasaran lalu berniat menjumpainya. Pemuda itu lalu bertanya pada seorang bapak paruh baya, tuan rumah yang ia tempati.
“Jika
kamu ingin menjumpainya, malam ini shalatlah di masjid desa. Biasanya
dia shalat maghrib di masjid tersebut kemudian dia tetap berada di
masjid mengkaji siroh sahabat bersama beberapa temannya menanti
datangnya waktu 'Isya. Juga biasanya ia mengenakan mukena hitam
panjang.” Kata bapak paruh baya tersebut.
Malam
ini pemuda itu hendak shalat di masjid desa sekaligus ingin melihat
wanita yang kabarnya cantik jelita itu. Seusai shalat maghrib, para
warga yang bersholat disitu pun pulang maka tinggallah Syahdiya bersama
tiga orang temannya tengah mengkaji siroh sahabbyyah.
Pemuda
Kota itu pun turut menunggu namun ia tak bisa melihat wajah Sahdiya
karena hijab (Kain putih pembatas lelaki dan wanita) menutupi sehingga
ia memutuskan untuk menunggu hingga ba'da I'sya ketika Syahdiya pulang.
Kerna tak tahu hendak melakukan apa di dalam masjid, dia pun mengambil
sebuah buku di dalam lemari masjid untuk dibaca dan ternyata buku yang
diambilkannya tersebut adalah Al-Qur'an dan terjemahannya. Dan pada saat
itu ia membuka tepat pada surat An-Nur. lalu matanya tertuju pada Ayat
yang ke 26.
“Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji
adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari
apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan
dan rezki yang mulia (surga) (QS AN-Nur : 26)”
Tangannya
lalu bergetar setelah membaca mahzab Allah tersebut. Begitu pun
hatinya. Dia yang minim akan pengetahuan agama itu semakin penasaran
terhadap ayat Allah yang satu itu. Perlahan Ia menutup kitab itu lalu
mengangkat kepalanya tiba-tiba kain putih yang menjadi hijab itu tertiup
oleh hembusan angin yang begitu sejuk. Tepat di depan pandangannya
seorang wanita menunduk membacakan sebuah kitab. Kerna batinnya merasa
ditatap, wanita bermukena hitam itu lalu mengangkat wajahnya menatap
kedepan melihat seorang pemuda yang menatapnya. Dia lalu menunduk malu
dan Semilir angin pun berhenti maka hijab pun menutupi pandangan itu.
Subhanallah..
Baru kali itu dia menatap wanita yang begitu sejuk dalam tatapan. Dia
tak pernah menjumpai wanita semacam itu di kota.
Besoknya
pemuda itu lalu meminta untuk diantarkannya ke rumah gadis tersebut
oleh bapak pemilik rumah yang ia singgahi. Sang bapak pun menyuruh anak
perempuannya yang masih gadis juga untuk mengantarkan pemuda Kota itu ke
rumah dimana Syahdiya tinggal. Hanya sebuah rumah yang beratapkan
Rumbia, berdindingkan sulaman bambu dan berlantaikan tanah.
Sesampai
mereka di rumah tersebut, disambutlah dengan senyuman manis oleh
Sahdiya. Ia mempersilahkan mereka masuk lalu di hidangkan sebuah teh
hangat. Kemudian Ia menyuruh mereka untuk menunggu sebentar setelah
mendengar panggilan dari seorang wanita tua terhadapnya. Ia lalu ke
belakang menemui wanita tersebut lalu menyahutinya. (Apabila kita
dipanggil oleh orangtua sebaiknya kita menemui mereka baru
menyehutinya)”
“Labayka ya Jaddah??” (Ada apa Nek) Tanyanya dengan lembut.
Rupanya
nenek tersebut meminta untuk dimandikan. Dialah satu-satunya keluarga
yang dipunya Syahdia. Seorang nenek yang sudah sangat tua. Ia hidup
hanya bersama nenek tersebut dari kecil setelah kedua orangtuanya
meninggal. Dialah yang memandikan nenek tersebut setiap pagi dan petang.
Membuang hajatnya, menemaninya tidur dan sebagainya. (Ingat..!! suatu
ketika orangtua kita akan seperti itu. Dan kita harus ikhlas melayaninya
seperti mereka melayani kita semasa kecil dahulu)
Sementara
di depan pemuda tersebut menatap-natap isi rumah yang jauh dari
kesederhanaan itu. Kemudian datanglah Syahdiya setelah usai
menyelesaikan tugasnya. Lidia, gadis yang menghantarkan pemuda kota itu
lalu menjelaskan kedatangan mereka. Katanya pemuda tersebut ingin
berkenalan dengannya karena dia baru di desa tersebut. Syahdiya pun
menyambut dengan senang hati namun tidak berlebihan.
Pemuda
kota yang mempunya senyum manis dengan sebuah lesung pipit di pipi
kanannya tersebut lalu mengulurkan tangannya menyampaikan namanya.
“Roman.” Singkat pemuda itu.
Syahdiya lalu menelungkup kedua tangannya seraya menunduk.
“Ana Ma'rifatus Syahdia.”
Terjadilah
percakapan singkat antara mereka. Pemuda bernama Roman itu semakin
Yakin dengan wanita tersebut. Lewat tutur katanya yang lembut kesopanan
serta perangainya dalam bersikap membuat pemuda kota itu jatuh hati
padanya.
Besok
pemuda itu sudah harus berangkat lagi ke kota tempat ia belajar. Ia
berniat setelah lulus dari kuliah nanti dia hendak kembali ke desa
tersebut untuk melamar wanita yang telah menawan hatinya itu.
Setelah
dua tahun kemudian pemuda kota itu kembali lagi ke desa tersebut dengan
segala persiapan diri yang telah matang. Dia pun mulai mempelajari
makna dari surat An-Nur ayat 26 serta islam yang sesungguhnya. Serta
senantiasa menjalankan sunnah Rosulullah dalam kesehariannya. Dia
berniat mengkhitbah Syahdiya wanita yang dipilihnya semata karena
Allah..
Namun
ketika ia datang sudah tak ada lagi Syahdiya di desa tersebut.. Ketika
ia menanyakan pada warga, mereka hanya diam kemudian pergi
meninggalkannya. Ia kemudian menemui bapak paruhbaya ayah ankatnya
ketika menginap dirumahnya tahun lalu..
Bapak
itu lalu mengatakan bahwa Syahdiya mengidap penyakit kusta sehingga dia
di asingkan di hutan belakang kampung tersebut dekat sebuah air terjun.
Pemuda
itu lalu menangis terseduh terhempas di pelukan bapak itu. Dia tetap
menginginkan untuk dipertemukan dengan Syahdiya. Lalu bapak itu pun
menghantarkannya menuju hutan dimana wanita itu di asingkan. Disana Ia
di asingkan di sebuah gubuk tua sendirian setelah sang nenek yang
dirawatnya meninggal. Kalau pun ada warga yang menjenguknya, mereka agak
menjauh karena takut tertular penyakit yang dialaminya.
Ketika
datang Roman bersama bapak yang mengantarnya, disambutlah Syahdiya
dengan senyuman tulus seperti biasanya seolah tak ada beban dalam
hidupnya. Ia lalu mempersilahkan mereka duduk di tempat khusus tamu.
Tanpa
berbasa-basi Roman langsung menyampaikan pada Syahdiya bahwa dia hendak
mengkhitbahnya. Ma'rifatus Syahdiya lalu menunduk haru. Dahulu begitu
banyak pemuda yang mendekatinya mengharapkan cinta dari dirinya namun
setelah penyakit menular itu menyerang dirinya mereka menjauh. Dan kini
datang seorang pemuda dengan wajah penuh ketulusan menawarkan sebuah
ikatan suci padanya. Namun ia tak bisa menerimanya.
“Bagaimana
mungkin aku menerima pinangan antum ya akhie. Aku tidak ingin menzolimi
akhun. Aku yakin antum telah mendengar apa yang menimpa diriku ini.”
Ungkap Syahdiya.
“Seperti apapun penyakit yang ukhti derita, ana tidak peduli..” Tegas Roman.
“Cinta
yang antum agungkan telah membutakan mata antum sehingga tak dapat
melihat lebih jauh.. Apa yang antum harapkan dari diriku? Aku bahkan
tidak bisa memberikan apa-apa pada diri antum.”
“Kesetiaan ya ukhtie” singkat Roman.
“Kesetiaan
saja tak cukup dalam menjalin sebuah bahtera.” Syahdiya lalu menunduk
dengan airmata yang berlinang terharu akan itikad pemuda itu. “Batinmu
pun membutuhkan cinta.. sebuah cinta yang nyata. Dan aku tak bisa
memenuhinya. Di luar sana masih banyak wanita yang lebih baik dari
diriku. Yang bisa memberimu keturunan dan cinta yang sepenuhnya.
Pergilah.... Biarkanlah aku disini dengan derita ini. Ini telah menjadi
takdir Allah Untukku.
“Walillahi
ya ukhtie.. Kamulah wanita yang aku pilih atas nama Allah... Jika kerna
cantikmu, banyak wanita yang cantik di dunia ini. Aku siap berpuasa
untuk itu ya Ukhtie.”
Syahdiya
tetap tak mau menerima pinangan pemuda itu sebab dia tahu akan menjadi
haram jika pernikahannya terjadi sebab akan ada yang terzolimi dengan
pernikahan tersebut.
Namun
pemuda itu tetap bertahan pada pendiriannya sebab dia yakin akan lebih
baik jika kita bersabar. Dia lalu kembali ke kota melanjutkan studynya
di spesialis jantung. Dia kuliah sambil bekerja di sebuah Rumah Sakit
Umum dan uangnya ditabung untuk membiayai Syahdiya berobat nantinya. Dua
tahun kemudian pemuda yang telah diangkat menjadi dokter spesialis
jantung itu datang ke desa itu lagi dengan niat tulusnya hendak melamar
wanita yang dipilihnya karena keshalihannya tersebut.
Dia
lalu menemui bapak angkatnya lagi untuk dipertemukan dengan Syahdiya
namun bapak tersebut lalu membawanya ke pusara yang Nisannya bertuliskan
nama Ma'rifatus Syahdia. Dia lalu menangis terhempas tak berdaya.. Tak
tahu apa yang hendak dilakukan olehnya..
Begitulah
insan.. kala cinta telah menyapa, kita rela melakukan apapun demi
mendapatkan cinta itu. Mungkin rencana kita telah baik, namun perlu di
ingat bahwa rencana Allah lebih baik lagi. Belum tentu apa yang kita
anggap baik dimata kita baik pula dimata Allah.. Dia telah mempersiapkan
yang lebih baik untuk kita. Yang sesuai dengan akhlak serta perangai
kita. Jikalau kita mencinta janganlah sampai kita merasa memiliki kerna
apabila yang kita cintai tiada kita akan merasa kehilangan yang teramat
sangat.. Ikhlaskanlah segalanya pada Allah dan yakin akan janjinya..
Apapun yang diberikan pada kita itulah yang terbaik untuk kita.
Ana
doakan semoga kita semua mendapatkan pasangan yang benar-benar diridhoi
oleh Allah.. dan ketika kita mencintai, hanya atas Asma-Nya.
"Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.." (Al-Qashash : 56)
Ditulis oleh : Imints Fasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar