Aku Kini dan kakak kandungku Dulu, serta adikku Esok yang masih berada
dalam kandungan ibu. Kami bertiga adalah bersaudara, anak-anak yang
pernah dan akan lahir dari rahim sang Waktu.
Dulu,
kakakku dilahirkan terlebih dahulu, dia adalah awal dari keterlanjutan
dinasti keluargaku. Kata ibu, kakakku bagaikan sebuah legenda yang
pernah mengukir sejarah. Tetapi pernah pula dia terjerumus ke dalam
kisah hitam yang nista, sampai-sampai kehadirannya hampir saja
ter-aborsi oleh sebuah keadaan. Untung saja ibuku kemudian sadar, bahwa
baik atau buruk adalah suratan Tuhan, keberadaannya bukan untuk
dimusnahkan, tetapi rupa ragamnya bisa juga dijadikan suatu pelajaran.
Dulu,
kakakku prilakunya sudah tidak mungkin dirubah, dia hanya bisa
dijadikan tanda akan pernah hadirnya sebuah peradaban. Dia adalah sebuah
cermin kitab prilaku. Darinya kita tahu, bahwa kebaikan akan berbuah
kedamaian, walaupun gagal, tetapi sifatnya tidaklah kekal. Darinya kita
juga tahu, bahwa kejahatan betapapun lembutnya tetap selalu saja
menyakitkan, lukanya hampir saja abadi, walau mungkin tetapi tetap saja
sukar untuk diobati. Lalu, ketika dari itu kemudian lahir sebuah dendam,
maka akan lahir kejahatan-kejahatan lain yang lebih menyakitkan.
Dulu,
kakakku kisah hidupnya selalu saja bisa banyak diungkapkan, kerena dia
telah hidup lebih lama beriringan dengan bertambahnya usia ibuku sang
dewi waktu.
Aku, Kini baru saja lahir.
Kehadiranku mungkin tidak banyak yang bisa diceritakan. Tetapi betapun
aku sekuat tenaga untuk bertahan, aku kini akan tetap menjadi seperti
kakakku Dulu, karena kami adalah bersaudara. Keberadaanku Kini, saat
ini, juga adalah andil dari perjuangan kakakku Dulu. Kelahiranku
prematur, oleh karenanya ibu selalu dekat denganku. Kehadiranku adalah
singkat, tetapi ibu selalu berharap, keberadaanku akan memudahkan beliau
melahirkan adikku Esok menjadi lebih mudah. Ibuku, sang dewi waktu,
beliau selalu berharap agar aku dan kakakku mampu mewarnai prilaku
adikku Esok, menjadi lebih indah, lebih bersemangat untuk mendobrak
kebekuan masa silam, dan yang paling diharapkan agar adikku Esok mampu
hadir mengubah dunia. Karena hanya itu satu-satunya harapan ibu yang
sekarang usianya telah semakin renta. Hanya itu satu-satunya yang bisa
beliau wariskan kepada sejarah.
Adikku, Esok
adalah tumpuan harapan keluarga, karena hanya dia yang bisa diharapkan
akan berubah. Sedangkan aku, Kini, meskipun masih bisa berubah, tetapi
hidupku singkat. Tidak banyak yang bisa aku perbuat, tetapi apapun yang
aku lakukan saat ini, atau sebentar lagi, akan sangat-sangat menentukan
bagaimana adikku dilahirkan esok hari.
Adikku,
Esok di sanalah kami semua menggantungkan impian. Hanya impianlah
satu-satunya yang masih memberi kami kekuatan untuk tetap bertahan. Esok
jika dia lahir nanti, dia akan membawa sekumpulan kertas putih yang
sangat tebal. Di sanalah nanti, kami akan menulis sebuah kisah panjang
yang mungkin saja bisa lebih panjang dibanding usia kakakku Dulu. Di
sanalah nanti kami bisa memberi hanya sekedar catatan, atau uraian prosa
kehidupan yang teramat-amat panjang, atau bisa juga kami tempelkan
foto-foto keluarga kami Dulu, Kini, Ibuku Waktu, bahkan juga mungkin
foto adikku sendiri.
Tetapi kami masih saja
khawatir, jika saja tidak semua halaman kertas putih itu dapat kami
gunakan, jika saja nanti tinta pena kami habis di tengah jalan. Tetapi
apapun yang nanti akan terjadi semua sudah menjadi guratan nasib
ketentuan Ilahi. Yang masih bisa kami lakukan adalah selalu bermimpi dan
berdoa. Maka janganlah kita menjauh dari sisiNya. Karena jika dekat,
Tuhan akan memilihkan kertas putih mana yang lebih mudah untuk
dituliskan.
Kami, Dulu, Kini, dan Esok adalah
anak Sang Ibunda Waktu. Meskipun lelah dan renta, beliau selalu saja
berjalan. Karena ibuku, sang dewi waktu, tidak ingin kehidupan akan
terhenti, kalau saja dia memutuskan untuk rehat, walaupun hanya sesaat.
sabutos.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar