Translate

Senin, 09 September 2013

Kisah Keta’atan dan Kemungkaran Dalam Al-Qur’an Sejarah Yang Selalu Berulang [?]

Kisah Keta’atan dan Kemungkaran Dalam Al-Qur’an

Sejarah Yang Selalu Berulang [?]

Dari Al-Qur'an kita bisa menemukan ‘sinyal-sinyal' sejarah manusia mulai dari manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa. Sebagai suatu kitab petunjuk, Al-Qur'an tidaklah memuat peristiwa tentang manusia dan kaum terdahulu dari aspek pengungkapan data dan fakta, namun catatan peristiwa tersebut selalu dilihat dari sisi ‘keta'atan dan kemungkaran' kepada Allah sebagai Tuhan tempat manusia mengabdi/beribadah. Catatan keta'atan dan kemungkaran tersebut diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi umat yang datang belakangan. Terdapat beberapa catatan sejarah yang memuat nama tempat dan data-data tokohnya, namun hal tersebut kelihatan untuk ‘memandu' orang-orang yang datang belakangan untuk mendapatkan bukti arkeologisnya. Misalnya dalam ayat : bukit Judi dalam kisah Nuh [QS 11:44], Fir'aun yang memiliki autad/pasak/bangunan [QS 89:10], bukit Thur dalam kisah nabi Musa [QS 4:154], dll. Al-Qur'an menyampaikan :



Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. [Q.S. Yusuf 12:111]


Al-Qur'an menyebut ‘qashash' untuk mewakili cerita/peristiwa yang terjadi pada masa sebelumnya. Dalam pengertian bahasa, kata ‘qashash' yang merupakan bentuk jamak dari kata ‘qishash' berarti ‘mengikuti jejak' atau juga bisa diartikan ‘berita yang bersifat kronologis'. Qishash yang digunakan untuk menceritakan peristiwa yang benar-benar terjadi dimasa lalu dinamakan ‘waaqi'iyah' misalnya qishash nabi Isa AS dan nabi Musa AS [QS Ali-Imran 3:62]. [QS Al-'Araf 7:176], [QS Yusuf 12:3], [QS Al-Qashshash 28:25]. Dari penjelasan tersebut sejarah adalah ‘catatan peristiwa yang terjadi pada masa lalu'. Ini sejalan dengan asal mula kata ‘sejarah', yaitu ‘sajaratun' yang berasal dari bahasa Arab, artinya ‘pohon'. Bangsa Arab adalah bangsa yang punya kebudayaan yang bangga dengan garis keturunan, makanya pada umumnya seorang Arab akan bisa menjelaskan silsilah nenek moyang mereka, apalagi kalau nenek moyang tersebut tercatat sebagai orang-orang ternama atau terkemuka. Kita bisa menemukan nama seorang Arab dengan silsilah yang lengkap seperti A bin B bin C bin D, dst, dst. Silsilah tersebut diibaratkan sebagai ‘sajaratun' atau ‘pohon' yang mempunyai batang, dahan, ranting, kebawahpun digambarkan mempunyai akar yang makin lama makin bercabang banyak. Sejarah dimaksudkan merupakan cerita dan kisah terkait dengan orang-orang yang ada dalam silsilah.
Dalam bahasa Inggeris sejarah disebut sebagai ‘history' :

merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Yunani yakni Histories yang memberikan arti atau bermakna suatu penyelidikan ataupun pengkajian. Menurut "Bapak Sejarah" Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban.


Mengikut definisi yang diberikan oleh Aristotle, bahwa Sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkret.


Menurut R. G. Collingwood, Sejarah ialah sebuah bentuk penyelidikan tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh manusia pada masa lampau. Shefer juga berpendapat bahwa Sejarah adalah peristiwa yang telah lalu dan benar-benar berterjadi. Sementara itu, Drs. Sidi Gazalba mencoba menggambarkan sejarah sebagai masa lalu manusia dan seputarnya yang disusun secara ilmiah dan lengkap meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang berlaku. Sebagai usaha susulan dalam memahami sejarah.

Dari penjelasan diatas, terlihat bahwa sejarah tidak mungkin berulang karena sejarah itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari kurun waktu tertentu yaitu ‘masa lampau'. Namun disisi lain, Al-Qur'an banyak memuat kisah tentang kemungkaran pada kaum terdahulu yang seolah-olah merupakan ‘pengulangan sejarah', lalu bagaimana cara kita menjelaskannya..???
Hal ini sebenarnya bermula dari sudut pandang kita dalam menilai suatu peristiwa dan keadaan. Umumnya kita terjebak membuat suatu dikotomi terhadap peristiwa/keadaan kepada : sejahtera dan sengsara, makmur dan melarat, berkuasa dan tertindas, aman damai dan penuh bencana, maju dan terbelakang. Keadaan Yahudi yang ‘tertindas' pada jaman nabi Musa disamakan dengan ‘tertindas' dijaman Isa Amasih, sebaliknya kemungkaran Yahudi pada nabi Isa Almasih merupakan ‘pengulangan sejarah' dari kemungkaran nenek moyang mereka kepada nabi Musa.
Peradaban maju pada jaman Mesopotamia disimilarkan dengan peradaban maju pada bangsa Eropah sekarang. Bencana yang ditimpakan bagi kaum Luth jaman dahulu disejajarkan dengan Tsunami Aceh diabad ke-21. Pengulangan sejarah tidak hanya digambarkan dengan ‘kondisi yang diterima' suatu kaum/masyarakat, namun juga ‘aktifitas dari musuh-musuh Allah' yang selalu muncul untuk menyesatkan umat manusia agar mereka kembali terpuruk dalam keadaan yang negatif dan sengsara. Maka aktifitas tersebut juga disebut sebagai ‘sejarah yang berulang'.
Ketika hal tersebut dikaitkan dengan pemaparan kisah dalam Al-Qur'an maka anggapan tersebut seolah-olah punya ‘landasan Qur'ani' dan muncullah suatu kesimpulan, bahwa peristiwa/keadaan yang negatif terjadi karena masyarakat telah menjauh dari ajaran Allah, sedangkan kondisi positif yang ada menunjukkan masyarakat yang telah memanfaatkan ilmu Allah, sekalipun mereka bukan pemeluk Islam. Orang Amerika, Eropah dan Jepang dikatakan merupakan komunitas non-Muslim yang menerapkan ajaran Islam, makanya mereka menjadi sejahtera dan makmur. Sedangkan Indonesia yang mayoritas menganut Islam justru tidak menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehingga dinyatakan terpuruk dan tenggelam dalam kebodohan. Semua peristiwa dan keadaan tersebut digambarkan sebagai suatu ‘pengulangan sejarah'.
Biasanya pengulangan aktifitas musuh-musuh Allah tersebut disandarkan kepada [QS Al-'Ankabut 29:52] dan ‘ayat paling populer untuk mengkafirkan orang lain', yaitu [QS An-Nisa 4:51] tentang adanya orang yang menyembah ‘jibt dan taghut'. Ketika pemahaman ini dipertemukan dengan pandangan dikotomis terhadap peristiwa/kejadian tersebut, ini ibarat ‘botol ketemu tutup', menghasilkan kesimpulan adanya suatu pengulangan sejarah karena manusia tidak menjalankan ajaran yang disampaikan Allah melalui nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Al-Qur'an sendiri mengajarkan, disamping semua kondisi dan peristiwa sebagai akibat keta'atan dan kemungkaran manusia kepada Allah, seperti dalam [QS An-Nahl 16:112] dan [QS Al-'Araf 7:96], namun pada ayat lain Allah memerintahkan kita untuk mempunyai sudut pandang lain dalam melihat suatu kondisi/peristiwa :








(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Q.S. Ali-Imran 3:191]







Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [Q.S. Al-Baqarah 2:155]







agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya). [Q.S. Al-'Ankabut 29:66]







Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah? [Q.S. Al-'Ankabut 29:67]

 
Dari ketiga kelompok ayat diatas, kita diinformasikan bahwa sisi negatif dan positif dari peristiwa dan keadaan BUKAN HANYA disebabkan karena kita menjauh atau ta'at dari ajaran Allah, namun punya dimensi lain sebagai ujian untuk memperkuat keimanan kita. Apapun yang ditimpakan Allah kepada manusia bukanlah suatu hal yang sia-sia, tetapi selalu mempunyai hikmah. Nikmat tidak selalu identik dengan keta'atan, sebaliknya kemiskinan dan kesengsaraan juga tidak bisa diasosiasikan melulu karena kemungkaran. Lebih hebat lagi, tiap orang tidak selalu memandang sama suatu keadaan yang sejahtera ataupun sebaliknya. Kita bisa saja ‘tidak bisa tidur' memikirkan orang lain yang melarat, ternyata si melarat tersebut malah tidur enak digubuknya yang reyot. Dalam ayat lain Allah menyatakan :



Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, [Q.S. Alam Nasyra 94:5]




sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. [Q.S. Alam Nasyra 94:6]

Terjemahan ayat ini tidak tepat, karena kata ‘ma'a' seharusnya diterjemahkan ‘bersama' - sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Ayat ini menyampaikan dalam semua peristiwa/kejadian terdapat dua unsur yang berlawanan sekaligus : kesulitan dan kemudahan. Sepuluh tahun lalu rakyat Indonesia menjerit karena ‘Krismon', pada saat yang sama banyak orang-orang menjadi kaya mendadak karena berbisnis dollar.
Bencana Tsunami di Aceh membunuh ratusan ribu manusia, dalam saat yang bersamaan kedermawanan dan kesalehan juga meningkat. Orang bicara tentang rakyat miskin, apa yang dimaksudkan dengan ‘kemiskinan'..?? menurut aturan Bank Dunia ukurannya adalah orang yang berpenghasilan USD 2 perkapita perhari. Banyak orang yang berpenghasilan dibawah USD 2 perhari menolak menerima sumbangan dan bantuan orang lain, dan lebih memilih mencari nafkah sendiri, sebaliknya baru-baru ini kita membaca anggota DPR-RI yang bergaji puluhan juta sebulan, menjerit-jerit minta kenaikan gaji, karena menganggap gaji yang diterima tidak cukup.
Menurut anda siapa sebenarnya orang yang miskin..?? Rasulullah tidur diatas anyaman pelepah korma dirumahnya yang kecil, apakah anda akan mengatakan Rasulullah termasuk orang miskin..?? Disisi lain kita menilai masyarakat Barat dan Amerika adalah masyarakat yang maju, pintar dan sejahtera, faktanya mereka banyak memenuhi tempat-tempat hiburan penuh maksiat untuk ‘mengais-ngais' kebahagiaan yang mungkin masih tersisa. Orang Jepang dikatakan maju dalam ilmu dan teknologi, tapi tetap beribadah kepada gunung, matahari dan benda-benda alam lainnya. Karena kekosongan ruhaniah, di dunia Barat banyak ditemukan sekte-sekte atau ‘cult' penyembah setan dengan tata-cara peribadatan yang sudah tidak bisa dirujuk kepada ajaran agama manapun.

Orang-orang Islam yang menjadikan ajaran Islam sebagai dasar suatu gerakan politik gemar menjadikan ‘Negara Madinah' sebagi contoh ideal suatu pemerintahan yang masyarakatnya sejahtera, aman dan makmur sentosa karena sudah menjalankan ajaran Allah dengan sempurna. 

Dari sisi ‘das sein' tentu saja bisa dinilai demikian karena ada ‘Piagam Madinah' yang memuat tentang aturan ketata-negaraan yang adil, melindungi pemeluk agama minoritas, dll, sebagai suatu landasan cita-cita. Namun ‘das sollen' sejak Rasulullah hijrah ke Madinah selalu diisi dengan peperangan, selama sepuluh tahun sejak Hijrah (622-632M) tercatat hampir setiap tahun terjadi peperangan besar, termasuk didalamnya pengkhianatan kaum Yahudi Madinah sendiri. 

Namun disisi lain, masa 10 tahun Rasulullah di Madinah ditandai juga dengan perkembangan ‘prototype' masyarakat Muslim yang dilandasi ukhuwah keimanan, menjadi ‘masa emas' para syuhada, proses implemantasi ajaran Islam dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah Rasulullah wafatpun keadaan ‘negatif' tidak terlepas dari rakyat, Khalifah Abu Bakar dalam masa pemerintahannya yang singkat (2 tahun) sibuk memerangi orang-orang yang murtad yang melakukan gerakan permusuhan, munculnya nabi-nabi palsu, dll. Dalam waktu yang bersamaan pada masa kekhalifahan ini suku Arabia diseluruh jazirah dipersatukan. 

Di Jaman Umar terjadi wabah penyakit dan kelaparan yang panjang, disisi lain Islam menyebar-luas sampai ke Mesir dan Persia. Khalifah Usman terbunuh serta terjadi perpecahan umat dijaman Ali bin Abi Thalib, Ali-pun tidak terlepas dari pembunuhan, muncul kaum Khawarij yang mengkafirkan siapapun kelompok Islam diluar mereka. Terdapat 2 hal positif yang bisa dijadikan contoh dari ‘Negara Madinah', yaitu : (1) Keagungan dan kebaikan akhlak dari para pemimpinnya, yaitu Rasulullah dan para Khalifah Rasyidin (2) sudah terdapat landasan kenegaraan yang Islami berupa ‘Piagam Madinah'. Selebihnya adalah cerita soal perjuangan agar landasan tersebut bisa diwujudkan, dan dalam perjuangan terdapat pengorbanan, kesulitan, kesengsaraan, kematian, dll. 

Dalam dunia Islam sendiri sudah terjadi banyak usaha untuk memunculkan apa yang disebut sebagai ‘Negara Madinah', ada gerakan Wahabi di Arab Saudi yang menghasilkan kekuasaan absolut dinasti Ibnu Saud, ada revolusi Iran yang memunculkan Republik kaum Mulah, ada gerakan Taliban di Afganistan, ada yang melalui konsep demokrasi seperti yang dicoba di Pakistan, semuanya bercita-cita mendirikan model ‘Negara Madinah', namun sama sekali tidak ada kesamaan sedikitpun dari bentuk-bentuk negara tersebut, disamping keta'atan dan kemungkaran, kesejahteraan dan bencana, kemahsyuran dan keterpurukan selalu menimpa silih berganti, tidak ada bedanya dengan ‘Negara Madinah' dijaman Rasulullah dan Khalifah Rasyidin. 

Al-Qur'an sendiri ketika menggambarkan tentang ‘pengulangan sejarah' kaum terdahulu sebenarnya lebih terfokus kepada penyampaian teladan tentang keta'atan dan kemungkaran individunya. Kedua hal ini sudah di desain Allah memang terdapat dalam diri manusia :



maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. [Q.S. Asy-Syams 91:8]


Untuk ‘melengkapi' sifat-sifat yang sudah ada tersebut, Allah memenuhi tuntutan Iblis untuk mengambil ‘posisi' keberadaannya sebagai makhluk yang akan selalu mendorong sifat negatif manusia tersebut kearah keingkaran kepada Allah [QS Al-'Araf 7:16-17], [QS Al-Hijr 15:36-39], [QS Al-Isra' 17:63], [QS Shaad 38:82]

Kisah Al-Qur'an tentang ‘pengulangan sejarah' lebih banyak mengungkapkan kelakuan dan tabiat individu-individu yang ada dalam masyarakat. Ketika Al-Qur'an menyampaikan tentang kisah kaum terdahulu yang selalu saja ‘bolak-balik' melakukan kemungkaran setelah datangnya para nabi dan rasul (dan sebagian besar terjadi pada kelompok umat yang sama, yaitu : Yahudi), kemungkaran digambarkan merupakan ‘kemungkaran kelompok' yang berasal dari ‘kemungkaran pribadi', artinya hal tersebut tidak bisa dilihat sebagai sifat suatu masyarakat, namun terarah kepada sifat individu yang ada dalam masyarakat yang mempunyai kesamaan karakter penyimpangan. 

Kemungkaran akan tetap terjadi sekalipun didalamnya hanya ada seorang manusia saja, ini digambarkan Allah melalui kisah anak-anak Adam [QS 5:27-31]. Dalam hal ini Allah menjelaskan bahwa Dia tidak akan menghukum suatu kaum yang kebanyakan ingkar, sepanjang di dalamnya masih ada individu-individu yang taat dan selalu mengusahakan perbaikan [QS 11:116-117] dan dalam [QS 66:6] Allah menjelaskan proses keta'atan adalah melalui pihak terdekat dengan diri sendiri, yaitu pihak keluarga, dan meluas kepada lingkungan dan masyarakat.

Ketika Allah berbicara tentang jalan ‘jibt dan taghut', maka hal tersebut ditujukan kepada individu manusia, bahwa dalam diri kita ada potensi untuk mengikuti ‘jibt dan taghut' dan kadang-kadang sebagai manusia kita memang tidak berjalan dijalan yang telah ditetapkan Allah, artinya otomatis berjalan menurut ‘jibt dan taghut'. Kesan yang dimunculkan dari ayat ini adalah ‘Jibt dan taghut' ada dalam diri setiap manusia. Kadang muncul mengatur kita, kadang keimanan kita kepada Allah bisa mengalahkannya, terkadang tidak. 

Ketika kita lebih tunduk kepada orang lain dibandingkan tunduk kepada Allah, ketika itu juga kita berjalan diatas jalan jibt dan taghut, ketika kita lebih mementingkan harta dan pekerjaan sehingga ‘menyingkirkan' ingatan kita terhadap Allah, pada waktu itu kita sedang berjalan diatas jalan jibt dan taghut. Sesuatu yang mendominasi pikiran kita melebihi Allah, itulah yang dinamakan jalan ‘jibt dan taghut'. Kita belajar Al-Qur'an demi Al-Qur'an itu sendiri dan bukan karena Allah, maka kita tanpa disadari telah berjalan diatas jalan jibt dan taghut.

Kalau kita mengatakan adanya pengulangan sejarah dari cerita yang terdapat dalam Al-Qur'an, itu sebenarnya merupakan tindakan yang ‘mempersempit' makna kisah tersebut sebagai ‘hudan' - petunjuk (dalam pengertiannya yang sangat luas dari aspek aturan bertingkah-laku, aturan kemasyarakatan sampai dengan ‘sinyal-sinyal' ilmu pengetahuan), menghasilkan makna yang hanya bernuansa ‘aturan kemasyarakatan' - sama fungsinya dengan peraturan perundang-undangan. Kesamaan yang terjadi bukanlah karena sejarahnya yang selalu berulang, namun ‘potensi kemungkaran dan kebaikan' yang ada dalam diri manusia-lah yang selalu muncul dan bisa menjadi karakter masyarakat, dan itu tidak akan habis sampai kiamat. Selama di dunia ini masih ada manusia, keta'atan dan kemungkaran akan tetap ada.
Setelah disampaikan bahwa istilah ‘sejarah berulang' yang sama sekali tidak punya landasan yang kuat tentang keberadaannya, baik dari sisi asal istilahnya, pandangan para ahli sejarah sendiri, penjelasan Al-Qur'an, maupun fakta-fakta tentang keadaan dan peristiwa, kita bisa mengajukan pertanyaan : lalu darimana munculnya istilah tersebut...??
Ungkapan ‘sejarah berulang' sebenarnya adalah ungkapan yang kerap disampaikan oleh dunia politik dan tokoh-tokoh politik. Dunia politik adalah dunia yang terkait dengan kekuasaan, bagaimana cara merebut dan mempertahankan kekuasaan. Maka suatu kelompok gerakan politik, apapun dasar gerakannya, membutuhkan adanya identitas yang jelas, siapa ‘kita' dan siapa ‘mereka', dan antara keduanya harus ada garis pemisah yang jelas, ringkasnya, harus ada ‘musuh bersama' yang membedakan antara ‘kita' dengan ‘mereka'.
Tentu saja agar orang-orang yang ada dalam kelompok bisa merasakan diri mereka sebagai orang ‘yang berada dijalan yang benar' maka stigma-stigma negatif harus disematkan kepada kelompok diluar itu terlepas apakah stigma tersebut benar atau salah, tergantung ajaran/isme mana yang diusung. Penganut demokrasi seperti Amerika Serikat menciptakan stigma totaliter, komunis, penindasan hak azazi manusia dan radikalisme terhadap kelompok ‘lawan'. Jaman perang kemerdekaan, kelompok Nasionalis menyematkan stigma : penjajah asing dan penindas kepada pasukan Belanda. Bagi kelompok yang mengusung Islam sebagai dasarnya, stigma negatif yang disematkan kepada kelompok diluar adalah : tidak sejalan dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasul, pengikut jibt dan taghut, kafir, tersesat dari shiraat al mustaqiim, bahkan stigma ini juga ditujukan kepada orang-orang Islam sendiri yang tidak ikut kelompok.

Garis pemisah dan stigma-stigma ini berguna buat mengkonsolidasikan diri dan anggota kelompok sehingga merasa terikat ke dalam persatuan yang kuat. Perkataan ‘bangsa terjajah' dan ‘bangsa penjajah' membuat rakyat Indonesia yang sebenarnya berbeda-beda merasa berada dalam ‘satu nasib' dan mengelompokkan diri kedalam satu komando. Garis pemisah yang tegas antara ‘pengikut Al-Qur'an dan sunnah Rasul yang benar' dengan ‘pengikut jibt dan taghut' menciptakan munculnya kekompakan kelompok. Ini adalah sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu gerakan politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Maka jargon' sejarah berulang' dilontarkan sebagai alat untuk selalu mengingatkan kelompok bahwa pihak ‘mereka' tidak henti-hentinya menyerang ‘kita', ‘mereka' menunggu disetiap kesempatan untuk menghancurkan ‘kita', hal tersebut selalu diulang-ulang dan ditanamkan kepada anggota kelompok. Diambang akhir jabatannya Bung Karno mengeluarkan pidato berjudul ‘Jasmerah' - jangan sekali-kali melupakan sejarah, suatu bentuk lain dari konsep ‘sejarah berulang', kelompok lain menyampaikan hal yang sama, lalu memberikan gambaran sejarah yang dikotomis, yang baik silih berganti dengan yang buruk. Lalu bagaimana caranya agar yang buruk kembali menjadi baik..??? tentu saja dengan mengikuti kelompok dan berjuang bersama-sama kelompok untuk merebut kekuasaan...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories