Aku merasa makin melemah seiring
berjalannya sang waktu. Aku juga kerap merasa bahwa kesombongan makin
lekat padaku. Dan aku sebenarnya sangat yakin bahwa sekarang aku adalah
salah satu mahluk ciptaan-Nya yang paling kesepian. Sementara begitu
banyak umat di seluruh negeri berpesta pora dengan hidupnya, aku
hanyalah bisa meringkuk. memeluk bantal kesepian ditemani guling
kegelisahan. Tidak hanya sekali atau dua kali aku berusaha
tertawa…ha..ha..ha..atau tersenyum..he..he..he..tapi tetap saja aku
merasa menjadi salah satu mahluk yang kesepian.
Pernah suatu hari yang terik aku
melewati jalanan yang hanya berisi debu kotor nan pengap, tanpa kusadari
disisi sebelah kiriku sudah berada kendaraan yang berisi keranda
jenazah. Alat pengangkut dari dunia nyata ke dunia kubur. Jika biasanya
aku selalu terbirit-birit karena kematian selalu nampak menakutkan namun
hari itu entah kekuatan dari mana aku begitu tak peduli hingga
memutuskan untuk mengikuti kemana kendaraan pembawa keranda tersebut
berhenti. Akhirnya pada suatu tanah yang lapang, yang hampir semua
berisi gundukan-gundukan merah sama rata, kendaraan itu berhenti. Aku
terhenyak menyaksikan wajah pucat pasi yang hening, diam tak bersuara.
Dari ujung kepala hingga kaki terlihat kaku seolah membatu.
Prosesi demi prosesi terselesaikan tanpa
kendala, kecuali cucuran airmata yang meleleh bak es antartika. Aku
tidak bisa menyimpulkan dari mereka mana yang sanak saudara atau hanya
sekedar sahabat, yang pasti melihat sosok yang menuju liang lahat
bukanlah pemandangan untuk di kenang, namun lebih pantas untuk di
tangisi.
Aku berlalu seiring kendaraan pembawa
keranda tersebut berlalu tanpa jenazahnya. Pada akhirnya yang bisa
kulakukan hanyalah termenung, termenung dan termenung. Apakah kelak jika
aku beranda dalam keranda tersebut, aku masih tetap merasa sendiri dan
kesepian ? Atau mungkin sebaliknya, saat aku berada dalam keranda justru
membuat hidupku jauh dari rasa sepi. Karena bisa jadi kesepian hanyalah
milik orang-orang yang hidup tanpa kehidupan, kesepian hanyalah titik
tertinggi dari sebuah kecemasan yang tak terobati, kesepian bisa juga
berarti klimak dari ketidaknyamanan diri menerima kenyataan. Dan dari
kesemua itu akulah pelakunya, kesepian ini bisa jadi tercipta karena aku
tanpa sengaja membuat formulanya dan melupakan penawarnya.
Aku kesepian. Hanya itu yang ingin
kukatakan. Karena keseharian yang kujalani tak pernah jauh dari
kegelisahan. Mungkin aku hanya tinggal menunggu waktu, bahwa suatu hari
kelak kesepian ini akan membunuhku dengan pasti.
by: http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2013/08/19/akulah-pelaku-kesepian-582347.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar