Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Calon Istriku … (yang tak pernah ku tahu siapa dan dimana saat ini).
Tak ingin aku menunda waktu untuk
melangkah dari gerbang pernikahan yang akan aku buka dengan kunci akad.
Bahagia dan haru akan menjadi satu. Sungguh! Saat aku ucapkan “Saya
terima nikahnya…” itulah yang selama ini aku nanti dan rindui. Saat
dimana aku menangis haru sekaligus tertawa bersamamu.
Calon istriku yang dimuliakan Allah,
beberapa waktu yang lalu aku berada pada kegamangan yang dalam.
Kesesatan dalam memilih untuk tidak memenuhi fitrahku, mengikuti sunnah
rasulku. Takutku tersiksa dengan rasa cemburu, rindu dan cinta. Takut
karena yang dirasa menjadi kabur antara fitrah dan hiasan nafsu semata.
Tapi, saat aku melarikan diri pada Tuhan ternyata begitu menentramkan.
Dan aku mengerti dan mencoba memahami.
Sayang… dua rakaat usai ijab qabul nanti,
ijinkanlah diri kita untuk menjalin keakraban dan kasih sayang. Ijinkan
aku memperhatikanmu dan mendapat perhatian darimu , supaya Allah
memperhatikan kita dengan penuh rahmat. Ijinkan aku merengkuh mesra
tanganmu, hingga berguguran dosa dari sela jemari kita. Ijinkan aku
belajar menguntai cinta dengan mengenalmu lebih dalam. Mencintaimu
setelah pernikahan kita nanti, karena hari-hari kita akan panjang.
Rasanya takkan habis kata semoga hingga labuh bahtera kita nanti berada
tepat pada tujuanNya. Harapku, aku bisa menjadi pelipur duka, pemimpin
sekaligus sahabat perjuangan dan tempat berbagimu.
Calon istriku yang kucintai karena Allah,
Bantulah aku meneladani keagungan, kecerdasan dan kemulyaan nabiku, yang mampu membangunkan rasa percaya diri dan keyakinan menjadi seorang suami yang terbaik bagimu.
Calon istriku yang dirahmati Allah, surat
ini akumulasi dari segenap rasa rinduku padamu. Pada penantian
“panjang” kala hati haus mereguk air telaga kasih sayang. Pada rasa yang
tak seharusnya ada. Rasa iri pada mereka yang lebih dahulu mendapat
barokah atas pernikahannya. Betapa aku akan rindu mencium tanganmu,
meminum susu dari pinggir gelas yang sama, rindu bersimpuh memohon
keikhlasanmu atas keadaanku sehingga Allah ridho kepadaku, rindu menatap
teduh wajahmu, mengantarmu pada bunga tidur.
Calon istriku, betapa aku akan rindu
membangunkanmu di sepertiga malam dengan kecupanku dan menyelesaikan
sholat subuh bersama. Rindu menjadi tempatmu bermanja, bercerita atau
hanya diam mendengar detak jam. Rindu merapikan anak-anak rambutmu,
membiarkanmu terlelap dipangkuanku. Rindu… rindu merasakan benih-benih
yang ku semaikan tumbuh, lalu kau rasakan gerakan kecilnya, rindu
mengatakan “menantikan kelahiran si kecil”, rindu bahwa tubuh mungil itu
hadir atas kuasa Allah SWT, lalu aku mengadzankannya di dadamu, rindu
bahwa bibir kecil itu mencecap ASI, rindu saat kita bersama mendidiknya,
rindu itu semua. Masih banyak kerinduan yang tak ingin aku ceritakan,
sisanya biarlah tertoreh pada perjalanan kita mulai nanti. Ingin
kukatakan rindu pada setiap gerak baktiku padamu. Gerak yang penuh
harapan “semoga mendapat barokah”.
Akhirnya Calon istriku, kusampaikan
selamat datang kelasiku. Bahtera itu akulah yang akan menjalankannya,
membawa kita(aku ,kau dan anak-anak kita) pada tepian hakiki, dan aku
akan berusaha menjadi nakhoda terbaik untukmu. Semoga setiap putaran
kemudiku adalah kebaikan. Setiap lajunya adalah keberkahan. Setiap angin
yang berhembus adalah keridhoan. Semoga bahtera kita nanti berlayar
dengan ketaqwaan, kasih sayang, kesetiaan. Semoga tak ada enggan untuk
mengkomunikasikan semuanya secara dialogis, sehingga ada keterbukaan dan
kejujuran. Semoga ikatan kita dunia akhirat. Calon istriku… mari
bersabar dan bersyukur .
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yang selalu ingin jatuh cinta padamu setiap waktu
Calon Suamimu
Calon Suamimu
•.¸¸.•´¯`•.♥.•´¯`•.¸¸.•
omdedecikijing.wordpress.com